Ranu Kumbolo adalah sebuah danau gunung di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Letaknya di Pegunungan Tengger, di kaki Gunung Semeru. Luasnya 15 hektar. Ranu Kumbolo adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Friday, December 27, 2013
Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo adalah sebuah danau gunung di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Letaknya di Pegunungan Tengger, di kaki Gunung Semeru. Luasnya 15 hektar. Ranu Kumbolo adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Tuesday, December 17, 2013
Pulau Weh
Bicara tentang Pulau Weh, kita boleh saja teringat akan Tugu Nol Kilometer. Namun rupanya, pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah seluas 60 kilometer persegi, ke arah dalam dan luar pulau, sebagai suaka alam. Objek-objek wisata baik di darat maupun lautnya menyatukan wisata alam, sejarah, dan ekosistem yang terkandung di dalamnya.
Sabang merupakan kota terbesar di pulau ini, yang terbagi menjadi Kota Atas dan Kota Bawah. Kota Atas terletak di sebelah utara, memiliki deretan gedung kolonial peninggalan Belanda serta pemandangan teluk yang indah. Sedangkan Kota Bawah terletak di sebelah selatan Sabang, merupakan pemukiman tradisional dengan banyak toko, restoran, serta warung-warung yang menyajikan kopi Aceh yang terkenal.
Saturday, December 14, 2013
Blue Fire - Kawah Ijen
Kawah Ijen adalah satu-satunya kawah di Indonesia yang memiliki fenomena alam “blue fire”. Di dunia, hanya ada dua tempat yang memiliki Blue Fire. Selain Indonesia, menurut pemandu kita, blue fire juga terdapat di Islandia. Karena ini fenomena langka, tak heran kalau banyak sekali orang asing yang mendaki kawah Ijen pada dini hari itu. Umumnya mereka dari Eropa, seperti Jerman, Belanda, Perancis, Belgia.
Blue fire adalah sebuah fenomena, yang mampu membuat saya ternganga dan kagum terus menerus. Semburat panas dari kawah mengeluarkan kilatan api berwarna biru. Menjilat-jilat udara di atasnya. Rasa lelah mendaki, rasa gigil karena angin dingin pegunungan, semua sirna dan hilang saat melihat keindahan di bawah sana.
Monday, December 9, 2013
Tuesday, December 3, 2013
Wae Rebo
Letaknya tak terlihat dari keramaian dengan pegunungan hujan tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat dusun ini. Adalah Wae Rebo, sebuah dusun yang menjadi satu-satunya tempat mempertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang semakin hari semakin terancam ditinggalkan pengikutnya. Mengapa berbentuk kerucut dan dari mana asal muasalnya masih sebuah tanda tanya besar, kecuali secuil informasi dari tradisi penuturan masyarakatnya sendiri yang merupakan generasi ke-18.
Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Desa Satar Lenda. Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut mbaru niang.
Mbaru niang sudah punah sebelum memasuki awal tahun 70-an saat pemerintah mengkampanyekan perpindahan masyarakat pegunungan ke dataran rendah. Seorang antropolog, Catherine Allerton mengenang pembicaraannya dengan tu’a golo, pemimpin politik dan kepala kampung, juga tu’a gendang, kepala upacara adat. Warga Wae Rebo saat itu tak memutuskan meninggalkan dusunnya. Sudah generasi ke-18 hingga kini Wae Rebo bertahan dari seorang penghuni pertama dan pendiri Wae Rebo lebih dari 100 tahun lalu, Empo Maro.
Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Desa Satar Lenda. Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut mbaru niang.
Mbaru niang sudah punah sebelum memasuki awal tahun 70-an saat pemerintah mengkampanyekan perpindahan masyarakat pegunungan ke dataran rendah. Seorang antropolog, Catherine Allerton mengenang pembicaraannya dengan tu’a golo, pemimpin politik dan kepala kampung, juga tu’a gendang, kepala upacara adat. Warga Wae Rebo saat itu tak memutuskan meninggalkan dusunnya. Sudah generasi ke-18 hingga kini Wae Rebo bertahan dari seorang penghuni pertama dan pendiri Wae Rebo lebih dari 100 tahun lalu, Empo Maro.
Sunday, December 1, 2013
Kawasan Kota Tua Fatahillah
Museum Sejarah Jakarta
Museum yang paling dikenal travel dan identik dengan Kota Tua Jakarta adalah Museum Sejarah Jakarta. Museum yang memiliki nama lain Museum Fatahillah ini tepat berada di depan pelataran Kota Tua, tempat biasanya wisatawan duduk dan bercengkrama.
Tak jauh dari Museum Fatahillah, Anda bisa melihat Museum Wayang. Sesuai namanya, museum ini tentulah mengoleksi aneka jenis wayang. Tak hanya dalam negeri, tapi juga wayang dari luar negeri. Ada lebih dari 4.000 wayang mengisi museum. Semuanya bisa wisatawan lihat di berbagai etalase yang ada di lantai 1 dan 2.
Museum Seni Rupa dan Keramik
Masih berada di sekitar pelataran utama Kota Tua, ada lagi museum lain yang tak kalah keren untuk dikunjungi, yakni Museum Seni Rupa dan Keramik. Museum ini memajang keramik lokal dari berbagai daerah. Masuk ke dalam, pengunjung akan dihadapkan dengan aneka keramik dan kerajinan seni, seperti lukisan. Untuk koleksi seni rupa, museum in menampilkan patung-patung, seperti patung Asmat.
Museum yang paling dikenal travel dan identik dengan Kota Tua Jakarta adalah Museum Sejarah Jakarta. Museum yang memiliki nama lain Museum Fatahillah ini tepat berada di depan pelataran Kota Tua, tempat biasanya wisatawan duduk dan bercengkrama.
Museum Wayang
Tak jauh dari Museum Fatahillah, Anda bisa melihat Museum Wayang. Sesuai namanya, museum ini tentulah mengoleksi aneka jenis wayang. Tak hanya dalam negeri, tapi juga wayang dari luar negeri. Ada lebih dari 4.000 wayang mengisi museum. Semuanya bisa wisatawan lihat di berbagai etalase yang ada di lantai 1 dan 2.
Museum Seni Rupa dan Keramik
Masih berada di sekitar pelataran utama Kota Tua, ada lagi museum lain yang tak kalah keren untuk dikunjungi, yakni Museum Seni Rupa dan Keramik. Museum ini memajang keramik lokal dari berbagai daerah. Masuk ke dalam, pengunjung akan dihadapkan dengan aneka keramik dan kerajinan seni, seperti lukisan. Untuk koleksi seni rupa, museum in menampilkan patung-patung, seperti patung Asmat.
Subscribe to:
Posts (Atom)